Sabtu, 18 Agustus 2012

KHUTBAH ‘IEDUL FITHRI 1433 H “MEMAHAMI MAKNA ‘IEDUL FITHRI ”


Di Langgar At-Taqwa RT.30 Desa Loa Janan Ulu, Kec. Loa Janan Kab, Kukar
Minggu, 1 Syawal 1433 H/ 19 Agustus 2012
Oleh: Dalyana, S.Pd., M.Pd.

KHUTBAH I

Hadirin Jamaah ‘Ied Rohiemakumulloh,
Tiada untaian kata yang indah, yang layak kita ucapkan pada pagi hari ini, kecuali ucapan puja dan puji syukur ke hadirat Alloh SWT, yang telah melimpahkan nikmat hidup, nikmat sehat dan nikmat iman, kepada kita sekalian, sehingga pagi hari ini, kita dapat berkumpul di tempat ini, guna melepas kepergian bulan Rpomadlon. Suatu bulan yang penuh berkah, penuh ampunan, penuh pelipat gandaan pahala. Suatu bulan pendidikan dan latihan untuk mengendalikan hawa nafsu angkara murka.

Di samping itu saat ini pula sekaligus, kita sambut datangnya ‘Iedul Fithri 1 Syawal 1433 H, yang merupakan hari kemenangan bagi kita kaum muslimin dan muslimat di mana sajapun berada. Sholawat dan salam, semoga selalu tercurah limpahkan ke haribaan Nabi Agung Muhammad SAW dan ahli keluarganya, para sahabatnya serta para pengikutnya, hingga yaumil akhir kelak, Allohumma Aamien.

Hadirin Jamaah ‘Ied Rohiemakumulloh,
Setidaknya ada tiga cara bagi kita kaum muslimin di mana sajapun berada, dalam membuktikan rasa syukur nikmat itu.

Rasa syukur yang pertama, sejak kemarin sore, ketika sang mentari tenggelam di ufuk barat, milyaran lisan kaum muslimin dan muslimat, mereka ada yang sambil berdiri, atau sambil duduk, bahkan ada yang sambil berjalan dan berkendaraan. Dengan suara gemuruh bak guntur yang mebelah angkasa, mereka bersuara dalam satu bahasa, ALLOOHU AKBAR (3x) LAA ILAAHA ILLALLOOH HUWALLOOHU AKBAR. ALLOOHU AKBAR WALILLAAHILHAMD.

Dengan mengumandangkan kalimat Takbir ALLOOHU AKBAR = ALLOH MAHA BESAR, itu, berarti, kita mengakui ke Agungan atau Kebesaran Alloh dan kita mengakui bahwa diri kita ini kecil, lemah dan tidak ada apa – apanya dibandingkan dengan keagungan Alloh SWT. Sehingga, tidak pantas kiranya bila kita sombong, congkak, merasa diri lebih pintar, lebih gagah, lebih kuat, lebih kaya, lebih berkuasa dan merasa orang lain lebih rendah dari kita.

Dengan kalimat Tahlil, LAA ILAAHA ILLALLOH = TIADA TUHAN YANG WAJIB DISEMBAH, DIIBADAHI, DIPATUHI/ DITAATI SELAIN ALLOH, berarti kita mengakui bahwa hanya Allohlah satu – satunya yang wajib kita ibadahi, kita mintai tolong, kita taati hukum – hukum dan aturan – aturanya. Sehingga tidak semestinya kita syirik atau menyekutukan- Nya, dengan meminta kepada dukun, tukang ramal, minta pada ruh orang yang sudah meninbggal, pada pohon – pohon atau tempat – tempat yang dianggap angker atau keramat, karena kalau itu kita lakukan, berarti kita telah syirik atau menyekutukan Alloh SWT.

Dengan kalimat Tahmid, WALILLAAHILHAMD = DAN HANYA BAGI ALLOH SEGALA PUJI DAN SANJUNG, berarti kita mengakui, bahwa hanya Alloh lah yang pantas dipuja dan dipuji, sehingga tidak semestinya kita gila hormat dan gila pujian. Dan kita tidak marah jika dikritik bahkan dicaci maki sekalipun.

Adapun Rasa syukur yang kedua, satu atau dua hari kemarin, kita keluarkan sebagian harta kita dalam bentuk pembayaran zakat fithrah, zakat mal, infaq dan sedekah kepada Badan Amil Zakat, untuk selanjutnya dibagikan kepada fakir miskin dan orang – orang yang berhak menerimanya. Dengan dibayarkannya zakat fithrah, zakat mal, infaq dan sedekah itu, di samping akan membersihkan puasa kita dari perkataan – perkataan dan perbuatan – perbuatan yang dapat  merusak puasa kita, juga akan membersihkan harta kita dari hak orang lain, serta akan menghindarkan kita dari sifat kikir, rakus dan sifat – sifat tercela lainnya. Insyaa Alloh.

Sedanglan Rasa syukur yang ketiga, pagi hari ini milyaran kaum muslimin dan muslimat di mana sajapun berada, berbondong – bondong sambil bertakbir, tahlil dan bertahmid, dengan berjalan kaki atau berkendaraan, mereka menuju tanah lapang, halaman – halaman kantor, masjid, langgar atau musholla, untuk melaksanakan Sholat ‘Ied dan mendengarkan Khutbah ‘Ied, seperti yang kita lakukan saat ini.
ALLOOHU AKBAR (3x) LAA ILAAHA ILLALLOOH HUWALLOOHU AKBAR. ALLOOHU AKBAR WALILLAAHILHAMD.

Hadirin Jamaah ‘Ied Rohiemakumulloh,
Alhamdulillah, puasa romadlon telah kita tunaikan, sholat tarwih dan tadarus Alquran telah kita laksanakan, zakat fithrah, zakat mal, infaq dan sedekah telah kita bayarkan, sholat ‘Ied baru saja kita selesaikan dan khutbah ‘Ied sedang kita lakukan, semoga pahala dan ampunan telah Alloh SWT tetapkan, sehingga pagi hari ini kita berhari raya sudah sepentasnya bergembira karenanya. Sebagaimana Nabi Muhammd SAW bersabda:
“Bagi orang yang berpuasa itu akan memperoleh dua kebahagiaan, kebahagiaan yang pertama adalah, ketika ia berbuka atau berhari raya dan kebahagiaan yang kedua, adalah ketika ia bertemu (untuk menerima pahala puasanya) dari Alloh SWT (nanti di akhirat)” (Al – Hadits).


Kenapa kita pantas berbahagia saat ini?
Karena, kita dapat merasakan berbagai hikmah dan manfaat sebagai buah dari ibadah puasa dan ibadah – ibadah lain yang menyertainya selama sebulan romadlon yang lalu, dalam rangka meningkatkan kesehatan fisik dan jiwa, serta dalam meningkatkan derajat keimanan dan ketaqwaan kita kepada Alloh SWT. Sebagaimana Firman Alloh SWT dalam QS. Al – Baqarah : 183:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa

ALLOOHU AKBAR (3x) LAA ILAAHA ILLALLOOH HUWALLOOHU AKBAR. ALLOOHU AKBAR WALILLAAHILHAMD.

Hadirin Jamaah ‘Ied Rohiemakumulloh,
Bila saat ini kita ber’iedul fithri, lantas bagaimanakah sebenarnya makna kita ber’iedul fithri itu?

Menurut arti bahasa,  ‘iedul fithri, berarti kembali kepada fihrah. Sedangkan kata fithrah itu sendiri mengandung dua pengertian. Pengertian pertama fithrah berarti asal kejadian manusia, sedangkan pengertian ke dua fithrah berarti suci bersih dari segala noda dan dosa.

Dari pengertian pertama, di mana “Iedul Fithri diartikan kembali kepada asal kejadian manusia”, berarti kita ber’iedul fithri kali ini hendaklah kita menyadari tentang hakekat hidup kita ini. Adapun hakekat hidup kita ini, pada intinya adalah, mencari jawaban atas pertanyaan – pertanyaan sebagai berikut:
1.    Dari mana asal muasal kejadian kita hidup di dunia yang fana ini?
2.    Untuk apa kita hidup di dunia ini?
3.    Dan bagaimana setelah kehidupan kita di dunia ini berakhir?

Tentu saja tidak ada satupun ilmu filsafat yang bisa menjawab dengan tuntas pertanyaan-pertanyaan di atas. Jawaban tuntas tentang pertanyaan-pertanyaan di atas hanya bisa dijawab oleh Alloh SWT, melalui ayat – ayat Al-Quran. Oleh karenanya, mari kita simak bagaimana Al-Quran memberi jawaban atas pertanyaan – pertanyaan tersebut?

Hadirin Jamaah ‘Ied Rohiemakumulloh,

Tentang asal muasal dan proses serta akhir kita hidup ini, dalam QS. Al – Baqarah: 28 Alloh berfirman:
“Bagaimana mungkin (sungguh keterlaluan, jika) kamu kafir (ingkar atau tidak mau taat) kepada Allah, padahal kamu tadinya (berasal dari barang yang) mati, lalu Allah menghidupkan kamu, Kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali (nanti di akherat), Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”

Adapun tentang untuk apa kita hidup di dunia ini?, dalam QS. Al – Baqarah: 21 Alloh berfirman:
“(21)  Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa ,(22)  Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu Mengetahui.”

Adapun tentang bagaimana balasan bagi orang beriman dan beramal sholih ketika hidup di dunia ini?, dalam QS. Al – Baqarah: 25 Alloh berfirman
“(25)  Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya”.


Sedangkan tentang bagaimana nasib orang yang kafir dan orang yang meragukan kebenaran Al – Quran atau kebenaran Islam?, dalam QS. Al – Baqarah: 23 - 24 Alloh berfirman:
“(23)  Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (24.)  Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.


Hadirin Jamaah ‘Ied Rohiemakumulloh,
Dari ayat – ayat di atas, kita beriedul fthri saat ini, maka hendaklah kita menyadari bahwa kita berasal dari benda mati, kemudian Alloh hidupkan di dunia dengan diberikan berbagai keperluan hidup yang serba gratis. Tugas kita hidup di dunia ini adalah untuk mengabdi atau tunduk dan patuh kepadanya, dengan melakukan amal sholih sebanyak – banyaknya untuk bekal kita mati dan kembali kepadanya, agar kita mendapatkan surga dengan segala kenikmatannya. Jangan sekali – kali kita menyekutukan dan ingkar kepadanya, jika kita tidak ingin merasakan panasnya siksa api neraka di akhirat kelak.

Masalahnya sekarang adalah, sudah seberapa banyak kini amal sholih itu kita persiapkan jika sewaktu – waktu kematian menimpa kita?  Padahal kematian itu kadang datangnya tiba – tiba dan tanpa permisi. Kemalangan apa yang akan menimpa kita, bila kita mati hanya berbekal iman yang tipis dan amal sholih yang sedikit, dan  sebaliknya justru malah dosa yang segunung yang kita bawa? Sementara belum sempat kita bertobat dan mohon ampun karenanya.

ALLOOHU AKBAR (3x) LAA ILAAHA ILLALLOOH HUWALLOOHU AKBAR. ALLOOHU AKBAR WALILLAAHILHAMD.

Hadirin Jamaah ‘Ied Rohiemakumulloh

Dari pengertian yang kedua, Di mana “Iedul Fithri diartikan sebagai kembali suci bersih dari noda dan dosa” .  Kenapa demikian? Karena, setelah kita laksanakan ibadah puasa dan sholat tarwih selama sebulan romadlon yang lalu, insya Alloh, Alloh SWT akan mengampuni dosa -  kita yang telah lalu, sehingga kita ber’iedul fithri saat ini, kita telah suci bersih dari segala dosa, laksana lembaran kain putih yang masih bersih belum ada noda dan kotoran sedikitpun padanya. Atau laksana seorang bayi, yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya, yang suci dari slah dan dosa, karena tidak ada dosa turunan dalam Islam.
Sebagaimana Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“ Sesungguhnya Alloh Yang Maha Luhur, telah mewajibkan puasa romadlon dan aku sunnahkan sholat (sunnah Tarwih) pada malam harinya. Maka barang siapa berpuasa (romadlon pada siang harinya) dan sholat tarwih pada malam harinya, atas dasar iman dan semata – mata mengharap pahala (dari Alloh SWT, bukan karena malu dengan pacar misalnya  atau bukan karena  terpaksa atau bukan karena riya/ pamer), keluarlah darinya dosa – dosanya (yang telah lalu), (sehingga keadaanya pada hari raya) dia seperti seorang bayu yang baru dilahirkan oleh ibunya (tanpa sedikitpun dosa/ karena dalam pandangan Islam, tidak ada dosa turunan, sehingga tidak ada anak haram, tapi yang haram itu perbuatan bpk ibunya). (HR. Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Majjah; TNA II: 698).

ALLOOHU AKBAR (3x) LAA ILAAHA ILLALLOOH HUWALLOOHU AKBAR. ALLOOHU AKBAR WALILLAAHILHAMD.

Hadirin Jamaah ‘Ied Rohiemakumulloh

Tentu saja dosa – dosa yang diampuni itu barulah dosa yang terkait langsung antara kita sebagai hamba kepada Alloh, bukan dosa atau kesalahan yang terjadi antar sesama manusia.

Kenapa demikian? Sebab, dosa atau kesalahan yang terjadi antar sesama manusia, baru akan diampuni oleh Alloh, mana kala mereka yang terlibat salah dan dosa itu mau saling memaafkan.

Nah…atas dasar itulah para Ulama kita dahulu, telah menciptakan suatu tradisi, saling maaf – memaafkan dan saling kunjung mengunjungi pada hari raya ‘Iedul Fithri, yang dikenal dengan Halal bil Halal atau lidah orang Jawa susah mengucapkannya, sehingga mereka menyebut “balalahan” atau “Syawalan” atau “Silaturahiem”.

Memang kita sadari bahwa tradisi itu ada sisi buruk dan sisi baiknya.

Sisi buruknya antara lain, banyak orang beranggapan bahwa silaturahim dan maaf memaafkan itu seakan – akan hanya terjadi di hari raya, sehingga jika mereka terlibat salah, maka tidak mau segera meminta maaf, sebelum hari raya tiba. Yaa kalau masih diberi kesempatan hidup sampai hari raya, kalau tidak kan mati tetap membaha salah dan dosa? Padahal seharusnya saling memaafkan itu lebih cepat lebih baik. Bahkan Islam mengharamkan sesama muslim saling baikot, saling diam lebih dari 3 hari. Maka jika kita saling diam, tidak saling berteguran dengan orang lain, pada hari ketiga yang waras hendaklah mengalah menegur duluan. Dan jika kita tegur dia tidak mau menjawab, maka dosanya akan ditimpakan kepadanya. Bahkan khusus antara suami dan isteri, tidak boleh saling marah dan saling diam sampai dimalamkan. Artinya, jika suami isteri marah di siang hari, maka malam harinya harus segera berdamai, apa lagi jika itu terjadi di musim dingin?

Sisi keburukan lainnya, jika ada bawahan tidak bisa datang ssilaturahmi ke atasan pada hari raya atau antar teman atau antar tetangga, bisa dianggap tidak loyal atau dikira ada apa – apanya. Padahal silaturahmi itu kapan saja bisa dan makin sering tentu makin baik.

Adapun sisi kebaikannya tentu lebih banyak lagi. Misalnya karena adanya tradisi halal bil halal itu maka liburan menjadi lebih lama untuk memberi kesempatan saling silaturahmi sekurang – kurangya setahun sekali. Dari sisi ekonomi juga banyak yang diuntungkan, karena dengan adanya tradisi halal bilhalal, penjual kue dan aneka makanan seperti sirup, daging, gula dll menjadi laris manis. Dengan adanya tradisi mudik lebaran, para pengusaha tarnsportasi udara, laut dan darat serta para sopirpun panen, karena banyaknya penumpang dan naiknya tarif khusus lebaran.

Oleh karena itu, marilah kita lestarikan tradisi halal bilhalal dan silaturahmi itu di antara kita. Marilah masing – masing kita dengan hati ikhlas, senyum dan tangan terulur untuk saling maaf memaafkan di antara suami dan istri, antara anak dan orang tua, antara bawahan dan atasan, antar sesama saudara, antar sesama teman dan tetangga, antara murid dan guru, antara santri dan kyai dan seterusnya dan seterusnya.

Baik saling memaafkan itu dilakukan secara langsung dan saling berjabat tangan, maupun saling memaafkan melalui surat atau kartu lebaran, atau melalui telpon atau melalui SMS, yang terpenting adalah, adanya rasa keikhlasan hati kita dalam meminta dan memberi maaf.

Dengan demikian mudah – mudahan setelah ‘Iedul Fithri ini nantinya, dalam keluarga kita, dalam lingkungan kerja kita, dalam lingkungan tetangga dan mayarakat kita, dalam lingkungan negara dan bangsa kita, tidak ada lagi rasa jengkel, rasa dongkol, rasa dendam dan permusuhan. Sebaliknya, yang ada adalah perasaan damai, saling kasih mengasihi dan saling sayang menyayangi. Aamien yaa Robbal ‘Aalamien.

BAAROKALLOOHU LII WALAKUM FILQUR’ANIL ‘ADZIM. WANAFA’ANNI WAIYYAKUM BIL AYAATI WADZIKRIL HAKIEM. WATAQOBBALLA MINNI WAMINKUM TILAWATAHU INNAHU HUWAL GHOFUURURROHIEM


KHUTBAH II

ALLOOHU AKBAR (2X), LAA ILAAHA ILLALLOOH HUWALLOOHU AKBAR, ALLOOHU AKBAR, WALILLAAHILHAMDI.

Hadirin Jamaah ‘ied Rohiemakumulloh!

Hari ini kita telah lepaskan Romadlon dan kita masuk ke bulan Syawal. Selama bulan Romadlon kemarin sebulan penuh, kita benar – benar dididik, dilatih, dibimbing untuk menjadi manusia yang super/ sangat baik dan super/ sangat rajin beribadah. Kita masih ingat bahwa, sholat wajib selalu kita lakukan berjamaah dengan ringan, sholat Lail/ Tarweh dan Witir hampir setiap malam kita lakukan. Kita menjadi sangat dermawan, kita sangat takut melakukan hal-hal yang dilarang Alloh atau yang akan membatalkan dan / atau yang akan merusak ibadah puasa kita. Kita menjadi tidak pemarah, kita rajin beristighfar atau memohon ampun atas dosa dan kesalahan yang kita lakukan.

Atau dengan kata lain selama sebulan Romadlon lalu, benar-benar kita menjadi manusia yang sangat baik atau manusia Taqwa, selaras dengan tujuan puasa LA”ALAAKUM TATTAQUUNA = Agar kamu sekalian bertaqwa. Bahkan hari ini kita telah kembali suci dari noda dan dosa.

Nah masalahnya sekarang adalah, bagaimanakah untuk 11 bulan ke depan? Apakah kebiasaan – kebiasaan amal ibadah dan perilaku kita selama Romadlon itu dapat kita lestarikan selama 11 bulan ke depan? Apakah perasaan takut melanggar larangan - larangan Alloh dapat kita lestarikan selama 11 bulan ke depan? Apakah selama 11 bulan ke depan kita bisa menghindari perbuatan-perbuatan dosa yang telah Alloh ampuni?

Kalau semua itu bisa kita lakukan, Alhamdulillah, karena insya Alloh, berarti kita telah Lulus dari Diklat selama Romadlon. Namun jika yang terjadi sebaliknya, Na’uudzubillah, karena berarti kita telah gagal dari Diklat selama Romadlonn.

Mungkin saja tidak bisa 100 % kebiasaan Romadlon lalu kita lestarikan, namun 75 % – 30 % itu sudah lumayan, yang penting mesti ada peningkatan dalam hal ketaqwaan kita kepada Alloh SWT.

Hal iyu sesuai dengan makna bulan  Syawal adalah bulan peningkatan, sebagaimana dalam kata - kata hikmah dinyatakan:
“Bukanlah yang disebut hari raya itu hanya untuk orang yang berpakaian baru saja, atau alat parabot rumah tangga yang baru saja. Tapi yang dinamakan hari raya itu adalah bagi orang yang bertambah taatnya kepada Allah SWT”
.
Kita tentu berharap, semoga kita semua dapat melestarikan kebiasan – kebiasaan yabg baik selama bulan Romadlon yang lalu, dalam 11 bulan ke depan, sehingga kita semua termasuk orang – orang yang berhasil meraih tujuan puasa, atau berhasil Lulus dari Diklat Romadlon yang baru lalu, takni menjadi orang – orang yang benar – benar bertaqwa.

Dan kita juga tentu sangat berharap, semoga Rpmadlon tang baru lalu, telah berhasil mencetak penduduk desa kita khususnya dan penduduk negeri ini pada umumnya, baik pada lefel rakyat biasa sampai para pemimpin di negeri ini, bisa manjdi manusia – manusia yang bertaqwa. Sehingga desa kita, kampung kita, profinsi dan negeri kita yang telah 67 tahun merdeka ini akan menjadi negeri yang aman, tentram, damai, sejahtera lahir batin dan terhindar dari berbagai musibah dan bencana. Amien Yaa Robbal ‘Alamien.

Sebagaimana Alloh berfirman dalam QS.Al – A’raf: 96

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.

Hadirin Jamaah ‘ied Rohiemakumulloh!

Selanjutnya, marilah kita tutup khutbah Ied kali ini dengan menundukkan hati kita ke hadirat Allah SWT, untuk berdo’a memohon ridha dan perkenanNya.

Ya, Alloh. Hanya kepada Engkaulah  kami mengabdi dan hanya hanya kepada Engkaulah tempat kami memohon.

Ya Allah, ya Tuhan kami, kami memohon agar Engkau ampuni segala dosa dan kesalahan kami, segala dosa dan kesalahan kedua orang tua kami dan segala dosa dan kesalahan kaum muslimin dan muslimat serta para pemimpin bangsa kami…, karena tanpa ampunanMu, tentu kami akan membawa segunung noda dan dosa, ketika kami sewaktu-waktu Engkau panggil menghadap kehadiratMu…yaa Alloh

Ta Alloh ya Tuhan kami, terimalah puasa kami, sholat kami, xakat, infak dan sedekah kami, serta segala amal ibadah dan amal kebajikan yang kami lakukan selama ini, sebagai amal sholeh bagi kami, untuk perbekalan kami, jika sewaktu = waktu Engkau memanggil kami…yaa Allloh

Ya Allah, ya Tuhan kami, berikanlah kami kekuatan serta kemampuan untuk dapat melestarikan segala amal ibadah dan amal kebajikan yang kami lakukan selama sebulan Romadlon yang lalu, dalam setiap langkah kami dalam 11 bulan ke depan, sampai datangnya kembali bulan Romadlon tahun mendatang, agar kami dapat termasuk golongan hamba-hambamu yang beriman dan bertaqwa

Ya Allah, ya Tuhan kami, curahilah kami dengan rahmat dan nikmatMu, sinarilah hati kami dengan cahaya dan pentunjukMu.
Berikanlah kami bimbingan untuk dapat berjalan dijalanMu yang lurus, yaitu jalan yang Engkau ridhai. Berilah kami kemampuan untuk mengikuti jalan yang lurus itu ya Allah.

Ya Allah, yaa Tuhan kami, hilangkanlah silang sengketa, perseteruan, permusuhan, iri, benci, dengki dan dendam pada diri – diri kami, gantikanlah itu semua, dengan rasa kasih sayang, persaudaraan, perdamaian dan rasa saling asah, saling asih dan saling asuh di antara kami.

Wabillahitaufik wal hidayah,
Wassalamu 'alaikum warakhmatullahi wa barakatuh