Pendahuluan
Hari ini, Rabu, 9 Januari 2012 di Jakarta, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan terhadap pasal 50 ayat 3 UU
Pendidikan Nasional yang menjadi dasar keberadaan rintisan sekolah
berstandar internasional (RSBI).
Dengan keputusan MK tersebut berarti di Indonesia tidak ada lagi Sekolah yang berstatus RSBI dan SBI, atau dengan kata lain Sekolah RSBI dan SBI, mulai hari ini tidak ada lagi, atau kalau toh ada yang masih ngotot mau mempertahankannya, baik Pemerintah atau siapa saja, maka sekolah tersebut tidak lagi memiliki payung (dasar) hukum yang syah.
Apakah yang menjadi dasar pertimbangan MK membubarkan sekolah RSBI dan SBI itu? dan Bagaimana pendapat orang - orang yang Pro dan Kontra dengan keputusan MK tersebut?, berikut ini saya salinkan dari berbagai sumber, dengan harapan ada manfaatnya bagi siapa saja yang memerlukan. Amien.
Mahkamah dalam pertimbangannya
menyebut SBI dan RSBI yang menitikberatkan pengajaran dengan pengantar
bahasa Inggris mengaburkan "kebanggaan terhadap bahasa Indonesia" serta
menunjukkan diskriminasi terhadap peserta didik karena mayoritas hanya
dinikmati oleh siswa berpunya.
"Istilah berstandar internasional
dalam pasal 50 ayat 3 dalam UU Sisdiknas dengan pemahaman dan praktek
yang menekankan pada penguasaan bahasa asing dalam tiap jenjang dan
satuan pendidikan sangat berpotensi mengikis kebanggan terhadap bahasa
dan budaya nasional Indonesia," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman yang
turut membacakan putusan Mahkamah pada Selasa (08/01).
Mahkamah
juga mempersoalkan biaya RSBI yang jauh diatas rata-rata biaya sekolah
standar nasional sehingga hampir mustahil dijangkau siswa dari keluarga
miskin.
Meski ada skema beasiswa, menurut Mahkamah, biaya tetap
menjadi persoalan mendasar dalam model SBI/RSBI sehingga muncul kesan
sistem ini diterapkan untuk mendapat keuntungan.
"Pendidikan
berkualitas menjadi barang mahal yang hanya dapat dinikmati oleh mereka
yang mampu... Disamping menimbulkan perbedaan perlakuan terhadap akses
pendidikan juga mengakibatkan komersialisasi pendidikan, " tambah Hakim
Anwar.
Keputusan ini disambut hangat oleh para penggugat dari Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan.
Persoalan utama dalam gugatan uji materiil ini, kata anggota koalisis Retno Listyarti, adalah faktor keadilan.
"Dengan
biaya tinggi, mana mungkin siswa miskin bisa mendapat kesempatan untuk
menempuh pendidikan di RSBI?" kata Retno yang juga guru di sebuah SMA
Negeri di Jakarta.
Dari delapan Hakim anggota Mahkamah
Konstitusi, Hakim Ahmad Sodiki memberikan pendapat berbeda () dengan
menegaskan Mahkamah seharusnya menolak gugatan ini.
Menurut
Sodiki, Mahkamah seharusnya menangani gugatan terkait norma pendidikan,
bukan kasus kongkrit mengenai keberadaan RSBI. Dengan kata lain jika
yang dipersoalkan adalah bahasa Inggris sebagai pengantar dan
diskriminasi karena biaya RSBI, maka kebijakan tentang RSBI sendiri
mestinya tetap sah berlaku, bukan dihilangkan.
"Jika ada upaya
lebih serius mengajarkan bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, itu
tidak lepas dari praktek pengajaran bahasa Inggris yang selama ini
kurang berhasil. Berapa ribu mahasiswa perguruan tinggi yang walaupun
telah belajar bahasa Inggris kurang lebih enam tahun sejak SMP-SMA tetap
saja tidak menguasai bahasa tersebut dengan baik," tegas Sodiki.
"Ketakutan mempelajari bahasa asing dengan dalih kehilangan jati diri bangsa adalah berlebihan," tandas Sodiki.
Hakim
Konstitusi ini juga menegaskan praktek penggunaan bahasa asing sebagai
bahasa pengantar di berbagai sekolah dan pesantren selama bertahun-tahun
di Indonesia tak pernah menunjukkan adanya pengikisan kebanggaan
berbahasa Indonesia dan terkikisnya jati diri murid selaku warga
Indoensia.
Malah ketidakmampuan berbahasa Inggris juga sangat
merugikan karena membuat banyak warga Indonesia kalah bersaing dengan
warga bangsa lain.
Namun menurut pegiat pendidikan Darmaningtyas, argumen tersebut tidak mendalam.
"Hakim hanya melihat RSBI dari sudut teks, bukan konteks. Di lapangan sangat berbeda," ujarnya.
Dalam
realitas menurut Dramaningtyas, kewajiban menggunakan bahasa Inggris
sebagai pengantar setidaknya untuk pelajaran bidang sains dan
matematika, justru menyesatkan murid dan berpotensi malah menurunkan
kualitas ajar.
"Yang diajarin enggak ngerti, yang mengajar juga enggak ngerti. Malah turun kualitasnya," tegas Darmaningtyas.
Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 1300 RSBI berstatus sekolah negeri.
Rata-rata sekolah memiliki kelas standar nasional, kemudian kelas RSBI dan bahkan kemudian 'kelas internasional'.
"Kelas internasional ini yang memungut biaya luar biasa. Sampai Rp40 juta per tahun," kata Retno Listyarti.
Dengan
hitungan kasar, menurut Retno, biaya untuk sekolah RSBI rata-rata
mencapai sekitar Rp10 juta per tahun di Jakarta. Ini berarti hanya
sepertempat biaya kelas internasional. Tetapi kelas standar nasional
lebih murah lagi, karena untuk wilayah seperti Jakarta, tak ada biaya
alias gratis.
"Inilah letak masalahnya. Manajemen sekolah
mendapat uang dari RSBI ini. Dan tidak ada kontrol berapa biaya maksimal
yang boleh dipungut oleh sekolah," tambah Retno berapi-api.
Besaran biaya itu menurutnya tak menghasilkan lonjakan mutu yang berarti karena sebagian besar dilarikan pada fasilitas fisik.
"Ada tambahan kelas ber-AC, proyektor, bahkan CCTV segala."
Sementara
untuk kelas internasional, beberapa sekolah mempekerjakan guru penutur
bahasa asing asli () sebagai jaminan pelajaran bahasa Inggris yang
mumpuni. Gaji guru semacam ini ini Rp30 juta sebulan yang diklaim Retno
sebagai bentuk diskriminasi berikutnya.
Bagaimana nasib RSBI setelah keputusan MK ini?
Kepala
Biro Hukum Kementrian Pendidikan dan kebudayaan yang hadir dalam
sidang, Muslikh, mengatakan Kementerian Pendidikan akan memikirkan
langkah berikutnya.
Namun tanpa RSBI, model baru pendidikan unggulan untuk sekolah di Indonesia harus dipikirkan kembali.
"Model-model
harus kita ciptakan, karena pendidikan yang baik tanpa memiliki model
yang baik bagaimana kita akan majukan pendidikan," katanya menanggapi
putusan MK.
Tetapi Muslikh tak menjelaskan dengan gamblang, seperti apa rancangan sekolah unggul pasca RSBI nanti.
"Membuat model lah ya, untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa, misalnya. Semacam itu."
Jumat, 11 Oktober 2013
JAWABAN ATAS PERTANYAAN Sdr. ALAN SUTOYO TENTANG PERHITUNGAN ANGKA KREDIT JABATAN GURU
Pak mau tanya:
1. Jika guru mengajar 26 jam dan mendapat tugas tambahan wakasek, berapa jm/jwm nya
2. Jika guru mengajar 14 jam dan mendapat tugas tambahan wakasek berapa jm/jwm nya
3. Jika guru hanya tugas mengajar saja 32 jam berapa jm/jwm nya (Alan Sutoyo:7 Oktober 2013, jam.01.38)
1. Jika guru mengajar 26 jam dan mendapat tugas tambahan wakasek, berapa jm/jwm nya
2. Jika guru mengajar 14 jam dan mendapat tugas tambahan wakasek berapa jm/jwm nya
3. Jika guru hanya tugas mengajar saja 32 jam berapa jm/jwm nya (Alan Sutoyo:7 Oktober 2013, jam.01.38)
Jawaban saya:
Mas Alan Sutoyo, Karena alasan – alasan berikut:
1.
Beban kerja Guru untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, dan/atau melatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam
tatap muka dalam 1 (satu) minggu (Permeneg PAN & RB, No.16/2009, BAB II, Pasal 5 ayat 2).
2. Apabila guru mengajar
lebih dari 40 (empat puluh) jam tatap
muka per
minggu, maka kelebihan jam mengajar tidak diperhitungkan di dalam penilaian kinerja, sedangkan apabila kurang dari 24 jam per minggu dihitung secara proporsional di dalam
penilaian kinerja (Permendiknas No. 35/2010, II bagian B.b).
3.
Beban mengajar guru yang
diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah adalah paling sedikit 6
(enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu, atau membimbing 40 (empat puluh)
peserta didik bagi kepala sekolah/madrasah
yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor (Permendiknas
No. 35/2010, II bagian B.c)
4. Beban mengajar guru yang
diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah/madrasah adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam
tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik
bagi wakil kepala sekolah/madrasah yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor
dalam 1 (satu) tahun(Permendiknas No. 35/2010, II bagian B.d)
1. Jika guru mengajar 26 jam dan mendapat tugas tambahan
wakasek, maka
jm/jwm nya =
26/26 = 1
2. Jika guru mengajar 14 jam dan mendapat tugas tambahan
wakasek,maka
jm/jwm nya =
14/14 = 1
3. Jika guru hanya tugas mengajar saja 32 jam, maka
jm/jwm nya = 32/32 = 1
Keterangan: jm/jwm = jam mengajar/ jam wajib mengajar, yang terdapat pada Rumus Perhitungan Angka Kredit Jabatan Guru, pada Unsur Pembelajaran.
Langganan:
Postingan (Atom)